Yasodhara Puteri

Mencerdaskan…Mencerahkan….

SANG BUDDHA

Posted by yasodhara on February 8, 2009

Oleh Jo Priastana

2552 tahun yang lalu seorang pangeran muda berkelana sebagai pertapa menempuh derita dan sengsara untuk mencapai nirvana, puncak kebahagiaan abadi yang yang menjadi dambaan dan impian semua umat manusia. Di bawah pohon Bodhi, di Bodh Gaya, pertapa muda yang bernama Siddharta Gautama itu mencapai pencerahan sempurnanya menjadi Buddha dalam naungan alam yang menyambutnya penuh suka cita.

Dia adalah Buddha, anak yang besar di lingkungan istana dikelilingi oleh segenap kemewahan., kesedapan hidup duniawi, istana yang megah serta tersedianya kekuasaan memerintah. Namun, semuanya ini ia tinggalkan hanya untuk mendapatkan kebijaksanaan tertinggi, mencari obat derita umat manusia, resep kebahagiaan bagi semesta.

Ia pergi mengembara menapaki koridor yang paling gelap dari pikirannya, pikiran yang juga bersemayam di hati umat manusia, untuk akhirnya berhadapan secara langsung dengan Mara, pemimpin utama para setan jelmaan sifat-sifat buruk yang ada di hati manusia. Ia berhasil mengatasi Mara, mencapai pencerahan dan kemudian mendirikan Buddha Sasana, sebagai agama dunia pertama pada masa itu, yang kini memiliki lebih dari 400 juta pengikut di seluruh dunia.

Buddha Sasana

Buddha Sasana, sebuah agama dimana meditasi dipergunakan dan dipraktekkan secara utuh untuk mencapai perdamaian dan kebahagiaan. Sebuah agama dimana moralitas ditegakkan dan memaklumatkan bahwa pembebasan bukan datang dari luar diri manusia namun justru dari perkembangan potensi luhur manusia itu sendiri, bahwa setiap orang siapa saja dapat mencapainya, samyak-sambodhi, pencerahan sempurna sebagaimana dinyatakan Dalai Lama: “Potensi kita sendiri, usaha sendiri untuk mengetahui realitas utama.”

Ajaran Buddha berkembang ke manca-negara diterima dan diadopsi atau diadaptasi berbagai budaya dan juga tertimpakan oleh banyak penafsiran, membangun banyak tradisi dan karena itulah, Buddhadharma yang diajarkannya itu menjadi subur hidup di berbagai belahan dunia dimana saja pada siapa saja, dan telah menggglobal pada masanya.

Ajaran Buddha yang mengumandangkan tentang ketenangan dan kejernihan tertinggi ini dapat dipandang dari berbagai segi dan bisa dapat dianggap sebagai apa pun juga, seakan memang ada 84.000 cara untuk mendekatinya. Orang bahkan bisa saja menganggapnya bukan agama atau mungkin hanya semata sebagai pedoman atau pandangan hidup, atau barangkali sebagai sekedar filosofi yang menawarkan kejernihan berlogika dan sekaligus mengatasi cara-cara pikir logis.

Atau bahkan dianggap hanya sekedar sebagai sebuah psikoterapi dimana orang menemukan kedamaian dan ketenangan bersamanya, dimana psikologi menjadi agama alternatif bagi banyak orang. Sebuah agama yang bercirikan kekuatan terapis untuk mengatasi masalah kehidupan dan mudah dilakukan oleh banyak orang dan sungguh terasakan manfaatnya bagi tumbuhnya pemahaman mengenai hakekat kehidupan dan kebahagiaan .

Buddha dan ajarannya memang begitu luar biasa. Sebagian orang bisa juga menganggap agama Buddha bukan agama namun agama sebagai ilmu pengetahuan pikiran, dan pesannya masih tetap relevan saat ini seperti 2500 tahun lalu karena memang menyentuh hakikat dasar dari manusia itu sendiri. Buddhadharma memiliki daya tarik tersendiri dan populer, karena menyentuh hal-hal penting yang amat besar dan mendasar dari kehidupan umat manusia.

Bahwa Buddha menemukan realitas dan kebenaran yang disebutnya sebagai ke-Sunyata-an, ciri dari fenomena semesta. Bahwa penderitaan itu adalah realitas dari kehidupan manusia dan yang menjadi ciri dasar dari eksistensinya. Bahwa perubahan itu adalah ciri utama dalam semesta dan jalannya kehidupan ini, dan bahwa setiap fenomena tidak memiliki dasar untuk berdiri sendiri dalam keisolasiannya namun mewujudkan keberadaannya dalam saling ketergantungan, saling inter-koneksi, dimana kasih sayang itu akan terasakan keberadaannya untuk berkuasa.

Pesannya yang kuat bahwa manusia memiliki potensi luhur untuk menggapai apa saja dan bahkan menjadi Buddha menyajikan suatu pandangan yang optimistic dan penghargaan luar biasa pada kemampuan manusia. Sebagaimana dengan ajaran utamanya yang memusatkan pikiran dan yang menjadikannya sebagai agama keselamatan yang tanpa perlu bantuan kekuatan eksternal.

Meski tanpa adanya pernyataan akan siapa yang dapat menolong dan menyelamatkannya, namun para siswa dan pengikut atau siapapun yang berteladan kepadanya pastika tetap akan merasakan bahwa dalam agama ini memiliki seorang guru besar yang sejati, guru para dewa dan manusia, yaitu: Sang Buddha sendiri, Dia yang Telah Bangkit.

Representasi Buddha

Sang Buddha atau Dia yang telah Bangkit, Dia yang telah Sadar, yang menyatukan segenap aliran dan ragam tradisi yang berkembang darinya, dan yang datang berhimpun dan menyatu dalam Waisak. Perayaan mengenai dirinya yang dirayakan oleh umat dimana saja, dan yang mencerminkannya sebagai agama universal yang memang pantas tumbuh menyuburi dunia globalisasi saat ini.

Dari perkembangan taradisi dan sejarah peninggalannya yang mengagumkan dalam budaya dan ragam seni yang mempesona dan mencerahkan terdapat banyak representasi Buddha, pelukisan tentang dirinya. Beragam pelukisan figur tentang sosoknya dalam rupang dan lukisan, serta dalam benda-benda seni mengagumkan dan mempesona.

Namun begitu, dari ekspresi para penganut Buddha yang memang memiliki dan berhak melukiskan gambarannya akan rupanya itu, dan diantara begitu banyaknya ragam gambaran tentang keindahan dirinya itu, justru semakin terasakan citra sosoknya yang sangat kuat dan mempesona dan sekaligus meneguhkan kebenaran yang satu dan sama, Buddhadharma untuk Pembebasan.

Seakan singularitas itu tak akan berdiri tanpa pluraritas dan dalam taman bunga yang menawarkan ragam warna yang indah akan terpetik dan terasakan sari wanginya yang memberi keharuman sekitar, maka Buddhadharma seakan ditakdirkan untuk tumbuh dalam mancanegara, dalam ragam budaya dalam paras dan wajah yang bermacam-macam.

Walau begitu, setiap orang tetap pasti akan dapat mengenali dan memastikannnya bahwa Dia itulah Buddha, Dia yang telah Bangkit, Dia yang telah Sadar. Dialah Kebangkitan Kesadaran, Kebangkitan Dunia, Kebangkitan Perdamaian, Kebaikan, Kesederhanaan dan Sikap Tanpa-Kekerasan.

Terhadap sosok yang dapat multi tafsir ini, siapa saja akan menemukan sari-pati darinya di dalam senyum pencerahan dan kedamaiannya itu, sebagaimana Dalai Lama mengungkapkan: “semacam getaran kedamaian dan non-kekerasan yang utuh yang keras ada di dalamnya.” Bagi Dalai Lama, Buddha adalah Kedamaian dan Non-Kekerasan.

Itulah mungkin jasa tak terhingga atas kehadirannya dan kemunculannya dalam peristiwa Waisak yang dimulai 2552 tahun lalu.. Keberkahan yang diberikannya kepada dunia, bagi umat manusia, dalam jaman dan waktu kapan pun, sepanjang masa. Selamat Waisak 2552/2008, Be Budhist, Be Happy!.

****

Leave a comment